Penulis: Durian Sukegawa
Penerbit: Gramedia, 2022. 240 halaman.
Genre: Fiksi Jepang
Setelah cukup ramai diperbincangkan di komunitas buku ketika pertama kali muncul dengan cover pink Sakura pada 2022, baru kini saya baru berkesempatan membaca karya Durian Sukegawa ini. Pasta Kacang Merah persis seperti yang saya bayangkan jika membaca novel penulis drama Jepang - simple, bittersweet yet meaningful. Ditambah dengan sisipan pengetahuan kuliner Jepang yang tampaknya tak bisa lepas dari kebanyakan karya literasi negeri Sakura.
Panganan khas Jepang yaitu Dorayaki dengan isian pasta kacang merah bahkan menjadi hal penting yang menyatukan semua tokohnya meskipun usia mereka terpaut jauh - Sentaro, Kepala Toko Dora Haru, Tokue, penyintas penyakit lepra, dan Wakana, seorang pelajar dan juga pelanggan Dora Haru.
Sentaro sebagai Kepala Toko Dora Haru yang juga mantan narapidana, awalnya hanya bekerja untuk melunasi hutangnya kepada pemilik toko. Ia tidak membayangkan akan menghabiskan hari-harinya dengan membuat dorayaki. Impiannya menjadi penulis pun sudah kandas, tampaknya ia bahkan sudah tidak bisa menulis lagi. Pertemuannya dengan Tokue yang ingin bekerja di Dora Haru merubah semangat hidup Sentaro. Sentaro awalnya hanya ingin memanfaatkan Tokue untuk membuat pasta kacang merah yang enak. Jika pasta kacang merahnya di dorayakinya enak, tentu pelanggan akan bertambah dan dia akan lebih cepat melunasi hutang. Dia bahkan tidak ingin Tokue bertemu dengan pelanggan karena jari-jari Tokue yang bengkok.
Namun jari-jari bengkok Tokue serta dari mana keahliannya membuat pasta kacang merah yang enak itu masih menjadi misteri bagi Sentaro. Hingga suatu saat, pelanggan yang datang semakin berkurang karena dihasut oleh Ibu Wakana yang mengatakan bahwa Tokue menderita lepra. Istri pemilik toko pun mendesak Sentaro untuk memecat Tokue.
Pada saat itulah akhirnya Tokue menceritakan hidupnya yang sejak kecil dihabiskan di sanatorium untuk penderita lepra. Meskipun obat penyakit Lepra sudah ditemukan pada 1960an namun Undang-Undang Pencegahan Lepra di Jepang tidak sampai 1996, membuat seluruh penghuni sanatorium tidak dapat keluar meskipun mereka dinyatakan sembuh. Ketika akhirnya mereka bisa keluar, bertahun-tahun kehidupan sudah berlalu bahkan kebanyakan dari mereka tidak diterima kembali oleh keluarganya.
Hal ini digambarkan Tokue,
“Waktu undang-undang berubah, ada masa kami berbahagia untuk sesaat, berpikir bahwa kami bisa pulang. Tapi belasan tahun sudah berlalu sejak saat itu, dan kebanyakan orang tidak memiliki keluarga yang mau menerima mereka kembali. Zaman berubah, tapi baik dulu maupun sekarang, dunia masih sungguh kejam.”
“Terlalu terlambat. Usia kami bebas terlalu terlambat. Seandainya bebas dua puluh tahun lebih awal, mungkin kami bisa membangun kehidupan di dunia luar. ‘Baik, kalian boleh keluar.’ Diberitahu seperti itu di usia enam puluh, tujuh puluh…tidak ada yang bisa kami lakukan.”
Kesulitan yang dihadapi Tokue dan cara berpikirnya lah yang mengubah Sentaro. Terlepas dari tahun-tahun yang direnggut di dalam sanatorium, Tokue percaya semua kehidupan memiliki makna. Meskipun mengalami kesulitan dan tidak menjadi apa yang kita impikan namun semua pengalaman itulah yang membuat kita dapat hidup dengan cara kita sendiri, dan akan ada hari di mana kita bangkit dan kembali memulai, kapan pun itu.
Pasta Kacang Merah pun menarik minat Eureka Studio untuk membuat filmnya Sweet Bean pada 2015. Naomi Kawase, sutradara wanita yang cukup terkenal di Jepang ikut ambil bagian dalam mengarahkan film ini.
Sementara itu Pemerintahan Jepang telah mendirikan Museum Nasional Penyakit Hansen yang bersebelahan dengan sanatorium Tama Zenshoen untuk mengedukasi masyarakat tentang penyakit lepra dan menghilangkan diskriminasi yang dialami penyintas penyakit ini.
Yang jelas, membaca novel ini membuat saya ikut tertarik bagaimana caranya membuat pasta kacang merah (anko). Berikut referensi yang dapat dicoba:
- Saring biji-biji kacang merah yang telah dimasak melalui saringan halus untuk menghilangkan kulit bijinya. Anda mungkin perlu menambahkan air untuk membantu menyaring biji-biji tersebut dengan bantuan bagian belakang sendok kayu.
- Letakkan biji-biji kacang yang sudah dihaluskan di dalam mangkuk besar dan isi dengan air. Biarkan biji-biji yang dihaluskan mengendap secara alami selama 30 menit, kemudian buang airnya. Ulangi proses yang sama, untuk kedua kalinya selama 15 menit, dan untuk ketiga kalinya selama 5 menit, sampai air menjadi jernih.
- Setelah Anda membuang airnya, pindahkan ke dalam kain katun bersih (atau kain kasa) untuk menapis sebagian besar cairannya. Sekarang Anda akan mendapatkan pasta halus yang lembut.
- Pindahkan pasta kacang ke dalam panci dan campur dengan gula dan garam. Masak hingga menjadi pasta yang lebih kental.
- Bilas kacang dalam air dan rendam semalaman. Keesokan harinya, tiriskan dan buang air rendamannya.
- Selanjutnya, rebus kacang dalam sekitar 4 cangkir air (atau jumlah yang cukup besar). Kurangi panasnya menjadi api kecil dan tutup dengan penutup. Secara berkala, periksa kacang untuk memastikan masih terendam dalam air.
- Setelah sekitar satu jam, uji kelembutan biji kacang dengan meremasnya dengan jari Anda. Pastikan lunak dan mudah dihancurkan.
- Lepaskan penutupnya, aduk kacang merah, dan tambahkan gula. Rebus hingga mengental.
- Saring campuran melalui saringan dan hancurkan hingga campuran tercampur rata. Kemudian, dinginkan di dalam lemari es sampai campuran tersebut membeku menjadi pasta kacang merah.
0 Comments:
Post a Comment