Panorama dari atas bukit Danau Maninjau. (Foto: Dok. Pribadi) |
Danau Maninjau adalah danau vulkanik dan merupakan danau
terbesar kedua setelah Danau Singkarak di Provinsi Sumatera Barat. Daerah ini
juga yang menginspirasi novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi hingga diangkat
kisahnya ke layar lebar. Penulis sendiri berasal dari Nagari Bayur, masih di
daerah Maninjau. Jauh sebelum Ahmad Fuadi ada juga Buya Hamka yang terkenal
dengan karyanya ‚Tenggelamnya
Kapal Van der Wijk’.
Karena danau vulkanik banyak orang yang membuat keramba
untuk budidaya ikan. Bahkan warga luar daerah bisa menyewa keramba-keramba ini
dan mengupah orang lain untuk mengurusnya. Nanti ketika sudah siap panen tinggal datang ambil
hasilnya. Tapi karena banyak keramba airnya pun sedikit keruh meskipun kalau
melongok di pinggiran danau masih ada terlihat ikan-ikan kecil.
Tantangan
Kelok 44
Sebenarnya ada lebih dari 44 kelokan (belokan) menuju
Maninjau. Tapi entah kenapa hanya ketika sudah agak ke bawah kelokan ini
dihitung. Kelokan dimulai dari 44 terus menuju Kelok 1 paling bawah ketika
sudah sampai di danau. Setiap kelokan diberi penanda dengan sponsor iklan.
Peserta Tour de Singkarak harus melewati Kelok 44. (Foto: Agamkab.go.id) |
Wajib cek kendaraan Anda dulu sebelum berangkat karena
medan yang terjal dan memutar hampir 360 derajat cukup berbahaya. Belum lagi
jalannya tidak begitu lebar dan sering berpapasan dengan bus-bus wisata yang
besar, herannya banyak pengemudi berani ngebut di landasan ini. Yang tidak
begitu kenal medan sebaiknya gunakan supir lokal yang biasa membawa wisatawan
ke sini.
Meskipun area cukup berbahaya, pemandangan sepanjang
kelok ini sangat indah. Hamparan sawah terasering dengan petani-petani yang
sibuk menanam padi bisa Anda lihat. Pengolahan sawah pun masih sederhana dengan
bajak tradisional kerbau bukan mesin. Berbagai olahan kebun dipajang di depan
rumah.
Rinuak
yang Mirip Teri
Rinuak kering (Foto: dbento.com) |
Beda danau beda pula ikannya. Kalau di Danau Singkarak
terkenal dengan ikan Bilih, Danau Maninjau menghasilkan ikan endemik yang
dikenal dengan nama Rinuak. Rinuak mirip sekali dengan ikan Teri namun rasanya
tawar. Ikan ini bisa Anda temukan dijajakan warga setempat di sepanjang desa
dekat Danau Maninjau.
Karena bentuknya yang kecil-kecil biasanya dijadikan
olahan peyek, palai (pepes), atau goreng tepung. Ada juga kemasan Rinuak yang
sudah kering siap untuk dibawa pulang untuk diolah kemudian.
Dari sekian olahan Rinuak yang
paling saya suka adalah perkedel Rinuak dan peyeknya. Cita rasa pepesnya kurang
mengesankan karena sepertinya tidak kaya bumbu.
Hanya saja perlu hati-hati dan tawarlah kalau membeli di sini. Kadang
kalau tahu Anda adalah pendatang, penjual bisa memasang harga tinggi. Ikan Bada asap dipatok lebih dari 40 ribu untuk satu
plastik ¼ kg.
Perkedel Rinuak (Foto: dbento.com) |
Masih banyak wisata yang perlu dikunjungi dan kuliner
yang perlu dicoba di sekitar Maninjau. Sayang kunjungan saya ke sini hanya
singkat saja. Keinginan untuk jajal paralayang di Puncak Lawang, melihat Museum
Kelahiran Buya Hamka, dan bermalam di daerah Embun Pagi sepertinya harus
dilakukan lain kali. (***)
0 Comments:
Post a Comment